TENTANG
DISIPLIN ILMU SOSIOLOGI SENI
Beberapa pendekatan sosiologi yang digunakan di Eropa dan
Amerika memiliki perbedaan tertentu; hingga tahun 1970-an di Erpoa, khususnya
di Inggris lebih dipengaruhi oleh penekatan Marxis dan non-Marxis. Menurut pandangan
Marxis, para peneliti seni bergerak dari metafora sederhana, yaitu basis dan
suprastruktur yang memandang bahaya sikap reduksionis ekonomi terhadap budaya,
dan lebih intensif mencermati karya sastra dan seni sebagai pencerminan faktor
domanasi klas dan ekonomi. Sementara di Amerika pendekatan sosiologi seni lebih
difokuskan pada pendekatan produksi-budaya (production of cultural), penelitian
lebih difokuskan pada sentra-sentra organisasi produsen seni (Supardan,
2011:90).
Istilah sosiologi seni (sociology of art) digunakan untuk menunjukan bahwa pengkajian sosiologi untuk seni. Pada umumnya sosiologi seni lebih dikenal di bidang sastra, drama, atau filem. Sementara untuk bidang seni visual dan performance belum berkembang secara signifikan. Akibatnya para peneliti ilmu sosial untuk bidang terakhir ini banyak menjumpai kesulitan pada faktor genetika dan analisis. Sekitar tahun 80-an mulai berkembang secara sporadis penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi yang difokuskan pada ‘fungsi’, tetapi tidak mendapatkan perhatian yang sangat intensif. Sehingga para peneliti sosiologi seni di Indonesia banyak melakukan varian dalam memandang fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Istilah sosiologi seni (sociology of art) digunakan untuk menunjukan bahwa pengkajian sosiologi untuk seni. Pada umumnya sosiologi seni lebih dikenal di bidang sastra, drama, atau filem. Sementara untuk bidang seni visual dan performance belum berkembang secara signifikan. Akibatnya para peneliti ilmu sosial untuk bidang terakhir ini banyak menjumpai kesulitan pada faktor genetika dan analisis. Sekitar tahun 80-an mulai berkembang secara sporadis penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi yang difokuskan pada ‘fungsi’, tetapi tidak mendapatkan perhatian yang sangat intensif. Sehingga para peneliti sosiologi seni di Indonesia banyak melakukan varian dalam memandang fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Saat ini sosiologi seni dipandang sebagai disiplin ilmu yang
merupakan spesialisasi ilmu sosiologi. Pada masa August Comte, yang saat ini
dikenal sebagai bapak sosiologi, sosiologi sempat mengalami kesulitan untuk
dapat dipandang sebagai ilmu. Hal tersebut dikarenakan pembahasannya yang
cenderung baru dan bersifat tidak pasti, yaitu mengenai hubungan manusia dengan
manusia. Objek kajian sosiologi sangat kompleks, mencakup: masyarakat dalam
hubungannya dengan perkembangan, perubahan, perbandingan, sistem atau
organisasi. Dalam kajiannya, lingkup sosiologi menjelaskan perubahan sosial,
fungsi-fungsi sosial, atau pola hubungan individu dengan kelompok/masyarakat.
Secara sederhana sosiologi seni merupakan ilmu tentang sebuah
kerangka analisa manusia-manusia berkaiatan dengan aktifitas seni. Sosiologi
seni membahas atau mengkaji orang-orang dengan keterlibatan spesifik dalam
aktifitas seni, dan masyarakat lain diluar aktifitas seni dalam fenomena budaya
yang kemudian mempengaruhi aktifitas seni. Kajian utamanya tentang masyarakat
sebagai penikmat, pemerhati, pengkaji, peneliti, pendidik (konsumen), dan
pengelola seni yang merupakan komponen-komponen proses penciptaan seni. Seni
melalui sosiologi seni menjadi pembahasan yang sangat kompleks. Seniman sebagai
pencipta seni, misalnya, menciptakan karya mungkin saja memiliki kaitan dengan
latar belakang sosialnya, terkait golongan atau kelas tertentu, terpengaruh
pengetahuan dan pengalaman pribadi, atau pun masyarakat tertentu. Pembahasan
kompleks ini meliputi kaitan-kaitan antar seluruh pelaku seni seperti: seniman,
pemerhati (kritikus, peneliti, pengajar), lembaga seni (galeri, sanggar,
pendidikan seni, perusahaan seni, maecenas), pekerja seni dan pelaku seni
lainnya, hal-hal termasuk juga fenomena tertentu yang menjadi objek-objek karya
seni, dan juga pengaruh yang diberikan sebuah produk atau karya seni. Dalam
kaitan dengan produk atau sebuah karya seni, dapat dianalisa kemungkinan adanya
pengaruh dari subjek atau pelaku tertentu yang mendominasi dalam proses
penciptaan karya seni. Termasuk juga analisa kecenderungan pasar dan pengaruhnya
karya-karya seni yang kemudian tercipta atau hadir.
Pembahasan sosiologi seni kemudian bisa juga membahas
batas-batas seni yang mungkin dipraktekkan, termasuk juga analisa terhadap
fungsi praktek seni (misalnya: ritual, hiburan, pendidikan, dll). Analisa
pengaruh terhadap aktifitas seni dan karya seninya juga bisa terkait dengan
objek selain dalam lingkup publik seni, misalnya dengan perkembangan masyarakat
dengan kesadaran kolektif. Sebaliknya, juga sebagai kajian tentang
manusia-manusia dengan hubungan yang saling terkait, sosiologi seni dapat
memposisikan sebuah karya seni berkemungkinan menjadi sebuah catatan sosial.
Dengan demikian, secara langsung atau pun tidak langsung seni dipahami
sebagai bagian budaya manusia. Dalam pengertian ini kajian sosiologi seni yang
mungkin antara lain, analisa proses kreatif seni dalam masyarakat, struktur
sosial pelaku seni dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Aktifitas seni bisa
ditinjau sebagai cermin dari nilai-nilai dalam masyarakat, seni dalam budaya
hidup masyarakat, dan hubungan antar masyarakat seni dan masyarakat sosial pada
umumnya.
PEMBAHAS SOSIOLOGI SENI
Sebenarnya, Karl Marx merupakan salah satu yang terawal dalam
menyajikan sosiologi seni. Ide yang dibawanya adalah konsep tentang seni
pembebasan dimana seniman dan pelaku-pelaku lain dalam seni perlu mewujudkan
seni sebagai sumber ilmu pengetahuan. Konsep ini membawa keberadaan sebuah
benda seni sebagai sesuatu yang penting dalam perspektif fungsi sosial. Hampir
sama dengan itu, filsuf pragmatisme dari Amerika John Dewey membahas posisi dan
peran seniman, karya seni dalam rangka transformasi sosial. Banyak tokoh yang
bisa dikaitkan bersesuaian dengan lingkup sosiologi seni: Umberto Eco,
Baudrillard, kajian di mazhab Frankfurt dan lain sebagianya.
Arnold Hauser membahas kaitan pelaku-pelaku dalam dunia seni
dan mengkaitkannya dan perkembangan sosial budayamanusia pada umumnya dalam
“The Sociology of Art”. Jannet Wolff mengajukan ‘sosilogi verstehen’ atau
fenmenologi yg berada pada level pemeknaan karya, baik seni rupa maupun sastra.
Dalam teorinya proses mediasi merupakan pertimbangan formasi sosial, yaitu
selain konvensi estetik, juga kondisi produksi estetik yang berupa pertama
kondisi teknologis, kedua institusional, dan yang ketiga kondisi sosial dan historis
dalam produksi seni. Ketiganya terkait dengan semiotika sebagai ilmu yang
mempelajari secara luas objek, peristiwa, dan seluruh aktivitas kebudayaan
sebagai tanda (kode sosial). Tanda itu didefinisikan sbg sesuatu berdasarkan
konvensi (kesepakatan) sosial dan dianggap dapat mewakili sesuatu yg lain.
MENJADI SEBUAH
DISIPLIN SENI YANG SPESIFIK BERBEDA
Secara umum sosiologi membahas tentang keberlangsungan yang
sedang terjadi dalam dunia seni. Meski terkait banyak hal, keberadaan seni
mutlak ditentukan oleh pelaku seni itu sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan
logika industri yang terdapat pada seni dalam pembagian peran: produksi,
distribusi, konsumsi. Ketiga peran tersebut dianggap sebagai yang utama dalam
kelangsungan praktek seni. Meski terkesan elitis, praktek seni tetap dianggap
penting karena kemungkinan pengaruhnya dan berkaitan denga perkembangan
(budaya) masyarakat umum. Dengan luasnya lingkup pembahasan yang
berkaitan dengan seni dapat terjadi kemungkinan overlap terutama dengan kajian-kajian
seni lain.
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi seni terbedakan berdasarkan objek yang dikajinya, penggunaan sudut pandang, dan paradigma berpikir yang dipakai. Dalam hal ini kata sosiologi merupakan disiplin ilmu yang utamanya menjelaskan hubungan interaksi manusia-manusia. Dalam hal ini sosiologi seni meliputi analisa tentang pelaku-pelaku seni dan hal-hal yang mempengaruhi pelaku tersebut secara menyeluruh. Berbeda dengan sejarah (sosiologi) seni misalnya, yang memiliki fokus utama terhadap sejarah dan kaitan sejarahnya. Sejarah seni mengajukan kesimpulan akhir berupa analisa dari pemaparan catatan, data faktual seni, dan peristiwa-peristiwa seni yang ada. Meski hampir sama, disiplin kajian sosiologi seni juga berbeda dengan visual culture.
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi seni terbedakan berdasarkan objek yang dikajinya, penggunaan sudut pandang, dan paradigma berpikir yang dipakai. Dalam hal ini kata sosiologi merupakan disiplin ilmu yang utamanya menjelaskan hubungan interaksi manusia-manusia. Dalam hal ini sosiologi seni meliputi analisa tentang pelaku-pelaku seni dan hal-hal yang mempengaruhi pelaku tersebut secara menyeluruh. Berbeda dengan sejarah (sosiologi) seni misalnya, yang memiliki fokus utama terhadap sejarah dan kaitan sejarahnya. Sejarah seni mengajukan kesimpulan akhir berupa analisa dari pemaparan catatan, data faktual seni, dan peristiwa-peristiwa seni yang ada. Meski hampir sama, disiplin kajian sosiologi seni juga berbeda dengan visual culture.
Lingkup sosiologi seni sebagai sebuah disiplin kajian,
membahas keterkaitan dan pengaruh interaksi antara seni dengan bidang-bidang
non-seni. Non-seni tersebut antara lain: sosial budaya, politik, ekonomi,
hukum, agama, dan lainnya. Kebalikannya, dalam proses sosialisasi sebuah produk
seni yang kemudian mempengaruhi kehidupan seni atau juga non-seni. Sosiologi
seni merupakan salah satu bidang kajian yang juga bersifat pendidikan seni
karena menganalisis dan meneliti karya seni dalam hubungannya dengan masyarakat
yang terdapat pada realitas.
Jika estetika lebih membahas tentang adanya sebuah bentuk
produk seni hingga proses penciptaannya, sosiologi seni membahas produk seni
melalui keberlangsungannya, pengaruh atau kaitannya, dan aktifitas seni yang
ada. Secara sederhana kajian sebuah benda seni secara sosiologis. Ini merupakan
paradigma sosiologis dalam menganalisis seni baik sebagai produk estetis, objek
kajian, maupun sebagai bahan kegiatan proses belajar mengajar. Sosiologi seni
menjelaskan teori-teori mengenai proses kreatif seni dalam masyarakat sekaligus
dalam hubungannya struktur sosial, politik, ekonomi, hukum, agama, sosial
budaya. Hal tersebut membedakannya dengan filsafat seni yang lebih membahas
nilai-nilai dalam aktifitas seni atau kualitas tertentu sebuah karya, terkait
pengaruh-pengaruh lain yang ada.
SOSIOLOGI SENI TENTANG SENI KONTEMPORER DI INDONESIA
Terjadi pada tahun 60an, Warhol dianggap menjadi patokan
penting dalam praktek seni yang tidak mengkotak-kotakkan antara budaya tinggi
dan rendah. Kemudian dunia seni direka ulang, perubahan teknik di media dan
seni yang popular. Seni kontemporer sebagai sesuatu yang layak diajukan sebagai
diskursus yang akhirnya mempertimbangkan kepercayaan, perkiraan intelektual,
pengalaman-pengalaman, kemampuan visual, hingga bentuk-bentuk selera. Sosiologi
seni berguna dalam menganalisa praktek dan aktifitas seni, termasuk di
Indonesia. Dengan analisanya, kita dapat memahami hubungan antara proses
kreativitas seni, produk seni masyarakat, khususnya masyarakat pendukungnya.
Dalam kondisi tertentu, seni berhubungan dengan kekuasaan, berhubungan juga
dengan kelas sosial, dengan norma yang bersifat lokal, dan juga berhubungan
dengan politik. Dalam analisanya akan terhasilkan sebuah ‘pemaparan’
berkaitan dengan praktek yang sedang tejadi. Dan kemudian terkait dengan
kajian-kajian seni lainnya.
Saat ini seni kontemporer merupakan bahasan utama sosiologi
seni, termasuk di Indonesia. Sosiologi seni tentu digunakan dalam membahas
perkembangan seni yang ada saat ini. Aktifitas seni Indonesia sedang berjalan
dengan perkembangan yang semakin cepat. Banyak hal bermunculan, dalam keragaman
bentuk, latar belakang, arah, gaya, dan lain sebagainya. Hal tersebut berkaitan
dengan konsep karya baik secara tematik maupun artistik. Saat ini, seni (kontemporer)
memang menjadi pembahasan yang sangat cair dan terkait dengan banyak hal.
Ditengah perubahan budaya hidup yang serba cepat, seni tetap merupakan bagian
budaya hidup manusia. Dalam era imagology.
SENI DALAM PERUBAHAN YANG SERBA CEPAT
Substansi sebuah karya seni kemudian ditentukan banyak hal.
Sama halnya, praktek kesenian dapat sebagai suatu yang terkait hal-hal secara
spesifik. Kemudian, sosiologi seni berguna dalam membaca semua praktek yang ada
berkaitan dengan hubungan pelakunya, aspek sosial, dan seni itu sendiri. Hal
tersebut membantu, hingga kita bisa menilai seni melalui praktek seni dan
produk yang dihasilkan. Dan Saat ini kecenderungan apapun bisa dilakukan, baik
dalam bentuk tradisi/konvensi atau pun diluar konvensi. Kritik seni mempertimbangkan
karya dalam kaitannya sejarah sehingga seni seharusnya merupakan produk
sejarah. Seni kontemporer kemudian mempertimbangkan bentuk baru seni seperti
street art, poster art, public art, site specific project, web art, dan
kategori lain terkait ranah budaya yang ada. Seni tidak lagi mengenai sesuatu
yang melulu berkaitan dengan keindahan. Dalam sebuah karya seni kita bisa
membicarakan perkembangan teknologi, pola hidup, kekuasaan, taraf pendidikan,
hingga dunia seni itu sendiri. Kaiatan seni dan budaya, dengan sendirinya
menjadi kaitan seni dengan hidup keseharian.
Sejauh ini, seni konvensional masih dominan dalam praktek
seni kontemporer di Indonesia. Kecenderungan dan keragaman yang ada merupakan
bagian yang dapat dikaji dalam sosiologi seni. Keberlangsungan praktek seni
merupakan bentukan hubungan pelaku-pelaku yang ada didalamnya. Seniman sebagai
pencipta menjadi salah satu objek analisa yaitu tentang hal atau objek analisa
sosiologi lain yang berpengaruh besar pada karya yang dibuatnya. Dalam kaitannya
dengan banyak hal, medan sosial seni merupakan prioritas dalam pembahasan
sosiologi seni.
SOSIOLOGI SENI: BERBAGAI ‘PIHAK’ TERLIBAT DISINI
Saat ini alam budaya (kehidupan) merupakan sesuatu yang
terbangun atas corporate interest, political interest, public interest. Contoh
gambaran public interest seperti dapat kita lihat dalam kegiatan survey search
engine di internet yaitu kata porn sebagai ranking 1 dalam pencarian oleh
pengguna internet. Arah dan kelangsungan hidup (bentukan budaya) sangat bergantung
dengan tiga pihak diatas. Masyarakat seni merupakan bagian masyarakat pada
umumnya dalam perkembangan budaya hidup/zaman. Sussan Sontag menyatakan telah
hilangnya batas antar praktek budaya tinggi dan budaya rendah. Dan budaya
tinggi menjadi sebuah konsep yang tidak lagi berkaitan dengan realitas yang
ada, merupakan imajinasi. Dalam penyampaian yang lebih sederhana, masyarakat
seni hidup dalam realitas yang sama dengan masyarakat sosial pada umumnya.
Termasuk seniman, sebagai produsen seni dan juga makhluk sosial. Sama halnya
dengan penikmat, pemerhati, dan pelaku-pelaku lain dalam seni.
Medan sosial seni sendiri merupakan tarik menarik antara keberlangsungan
dan pancapaian seni. Dalam keberlangsungannya, seni berjalan dan berkembang
melalui pelaku-pelaku didalamnya. Sosiologi seni kemudian menganalisa
pengaruh-pengaruh yang diberikan pelaku-pelakunya dalam keberlangsungan
(survive) praktek seni. Dalam kajian lain, kehadiran seni harus tetap
mempertahankan dirinya sebagai bagian pembentuk budaya hidup manusia dan sadar
akan aspek lain yang juga berjalan dalam membentuk budaya.
Pustaka:
Supardan,
Dadang, 2011 (cetakan 3). Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Bumi Aksara, Jakarta.
http://pos.sagepub.com
http://georgetown.edu/faculty/irvinem
http://euroartmagazine.com/new/?issue=1&page=1&content=60
http://artandculture.com
http://en.wikipedia.org
http://georgetown.edu/faculty/irvinem
http://euroartmagazine.com/new/?issue=1&page=1&content=60
http://artandculture.com
http://en.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar