Jumat, 30 Desember 2016



DESAIN MUSIK TARI
Oleh. Suwarmin






Pendahuluan
            Predikat penata tari (koreografer) dan penari terkesan hanya berurusan dengan tari (gerakan tari) saja. Kalau sudah masuk dalam dunia tari maupun penataan tari profesional mau tidak mau harus memahami betul tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tari baik sebagai seni pertunjukan maupun sebagai budaya masyarakat. Tari sebagai sebuah seni pertunjukkan meliputi berbagai unsur tata dan tehnih pentas atau pemanggungan antara lain tata cahaya, tata pentas atau panggung dan dekorasinya, tata busana, tata rias, penataan musik, penata acara dan lain sebagainya. Tari sebagai budaya masyarakat akan berkaitan dengan sistem nilai, simbol, lambang, karakter yang berhubungan dengan budaya masyarakat (etnik) tertentu dan lain sebagainya.
            Menjadi  seorang penata tari maupun penari paling tidak harus memahami persoalan tersebut, karena tidak mungkin sekian banyak hal akan ditangan sendiri. Pada saat sekarang masing-masing unsur tersebut sudah ada yang membidangi secara khusus dan profesional. Meskipun ide tetap dari penata tari, namun secara teknis ditangani ahlinya yang membidangi. Demikian juga tentang musik atau karawitan iringannya. Di dalam tradisi kita keberadaan musik atau karawitan merupakan bagian yang tak terpisahkan. Tak jarang seorang penata tari atau penari juga menguasai musik atau karawitan dengan baik. Tak jarang pula seorang penari mampu dan trampil memainkan ricikan kendang, karena erat hubungannya dengan ragam tari. Bahkan ada penciptaan tari yang mengacu ke pada karakter atau rasa gending tertentu.
            Berikut akan dibahas sekilas tentang penataan musik atau karawitan iringan tari (design musik tari), dengan harapan dapat digunakan sebagai pengetahuan dan acuan bagi penata tari, penari, atau siapapun yang ingin mencoba membuat iringan tari sendiri. Bagi penata tari, dengan membuat musik/karawitan iringan sendiri akan lebih sesuai dengan karakter tari yang akan disusunnya.
Hubungan Musik dan Tari
            Di India musik disebut sangita yang terdiri dari tiga unsur yaitu menyanyi (gayan), bermain (vadan) dan menari (nirtan). Di sini keberadaan tari menjadi satu kesatuan dengan nyanyi dan bermain.  Sangita diselenggarakan di kuil-kuil di India sebagai bentuk kegiatan ritual yang bersifat sakral. Sampai saat sekarang masih kita jumpai di pulau Dewata, upacara-upacara keagamaan di pura-pura tidak lepas dari tari dan bunyi gamelan. Tari dan gamelan tersebut merupakan kesenian ritual yang sangat sakral berbeda dengan kesenian di luar pura yang bersifat sekuler.
Di dalam tulisan-tulisan Jawa kuno terdapat cerita yang menunjukkan bahwa hubungan tari dan karawitan/musik menjadi satu kesatuan. Sebagai contoh seperti yang tertulis pada  Serat Noot Gending lan Tembang karya Paku Buwana X berikut:

...Sri Paduka Raja Maha Dewa Budha ayasa mandalasana, yaiku enggon lenggot-bawan. Mungguh lenggot-bawa iku tegese lenggot iku joget, bawa iku tegese swara. Dadi panggonane para dewa yen karsa nadrawina babeksan, kang unining gamelan binarung ing swara, iya iku mula bukane ing tanah jawa ana beksan ....”  (lihat Becker, 1993:150)

(“ . . . Sri Paduka Raja Dewa Budha membangun mandalasana, yaitu tempat lenggot-bawa, adapun lenggot berarti tari dan bawa berarti suara. Jadi tempat para dewa pada saat menye- lenggarakan gelar tari-tarian yang diiringi gamelan dan tetembangan. Itulah asal-usul adanya tari di tanah Jawa . . .”)

Istilah “lenggot-bawa” merupakan sebuah  edium sehingga memiliki satu pengertian. Sering diterjemahkan dengan istilah “gerak dan lagu”.  Dari istilah tersebut menunjukkan bahwa keberadaan tari dan karawitan tidak hanya dekat tetapi menjadi satu kesatuan (unity).
            Seorang tokoh tari Yogyakarta memberi batasan tari sebagai berikut:  “Beksa inggih punika ebahing saranduning badan, ingkang kajumbuhaken kaliyan suraosing gending” (“tari adalah gerak dari seluruh tubuh, yang disuaikan dengan rasa/suasana gending”).  Ungkapan tersebut juga menunjukkan bahwa keberadaan tari perlu kehadiran karawitan (gending), namun kesesuaian suasana atau rasa. Suasana tari dengan uasana gending harus sesuai sehingga menjadi satu kesatuan. Jarang dijumpai pertunjukkan tari tanpa karawitan atau musik. Dalam tulisan ini musik dan karawitan dipahami dalam satu pengertian yaitu budaya bunyi.
Saat sekarang pada umumnya tari dan karawitan/musik dipahami sebagi dua domain yang mempunyai makna secara dikotomik sangat berbeda. Domain tari sendiri dan domain musik (nyanyi dan bermain) masing-masing merupakan bidang keilmuan maupun profesi yang berdiri sendiri. Bahkan dalam perkembangan sekarang masing-masing dipecah lagi menjadi sub-sub bidang. Tari dipecah ada koreografi, estetika tari, analisa tari, sejarah tari dan sebagainya. Demikian juga karawitan/musik ada etnomisikologi, karawitanologi/musikologi, estetika karawitan, sejarah karawitan, komposisi dan sebagainya. Sedangkan karawitan-tari atau musik-tari adalah bidang kajian membahas hal-ihwal yang berkaitan dengan hubungan antara tari dan karawitan/musik.
Mengapa hubungan karawitan dan tari begitu erat bahkan menjadi satu kesatuan? Meskipun karawitan dan tari mempunyai medium yang berbeda, tetapi memiliki unsur yang sama yaitu ritme (waktu), volume (ruang) dan dinamik. Selain itu peran atau fungsi karawitan di dalam tari  begitu besar. Beberapa fungsi dan peranan kehadiran karawitan dalam dunia tari, sebagai berikut:

1.      Identitas Budaya
Kehadiran karawitan dalam tari memberi makna atau kesan identitas budaya tertentu. Apakah alat dan perangkat gamelan atau lagu vokal yang digunakan dalam pergelaran tari, dapat memberi ciri dari daerah mana asal tarian yang disajikan.  Dalam pertunjukan tari, penonton bisa mengenali tari itu dari daerah mana dari karawitan/musiknya. Bahkan sebelum tari keluar orang telah bisa mengenali tarian daerah mana atau gaya mana yang akan keluar setelah mendengar karawitan/ musiknya. Suatu misal tari belum keluar sudah terdengar suara gamelan kebyar, tari yang akan keluar pasti tari Bali. Demikian juga budaya etnik lain; Banyuwangi, Suroboyo, Malangan, Madura, Surakarta, Sunda, Yogyakarta (Mataraman), Minang, Irian dan sebagainya. Tidak hanya dalam konteks tari tradisi etnik saja, tetapi juga berlaku untuk tari ciptaan baru non tradisi. Ada yang mengkaitkan alat karawitan dengan identitas budaya agama tertentu seperti rebana dan sejenisnya dengan budaya Islami.

2.      Identitas Repertoar
Yang dimaksud dengan “repertoar” tari di sini yaitu jawaban pertanyaan tari apakah itu?  Jawabannya tentu menyebut nama tari tertentu. Seperti tari Bali ada Pendet, Panji Semirang, Margapati, Oleg Tamulilingan dan sebagainya. Di Jawa ada Ngremo, Gambyong, Klana, Golek, Padang Ulan, Jaran Goyang dan sebagainya. Selain mengenal budaya etnik yang sering disebut gaya, juga repertoar dari masing-masing gaya. Karawitan sebagai iringan  selain memberi identitas budaya juga identitas masing-masing repertoar tersebut.
3.      Pendukung Suasana
Kehadiran karawitan dalam pergelaran tari untuk mendukung suasana atau karakter tari. Sebuah tarian atau seseorang menari secara visual adalah mengungkapkan suasana atau alur suasana tertentu. Untuk memperkuat suasana tersebut perlu didukung kehadiran suasana karawitan (rasa gending) yang bersifat auditif yang sesuai. Karawitan dalam hal tersebut disebut sebagai medium bantu.  Karawitan dalam mendukung suasana tari ada beberapa cara sebagai berikut:
a). Mungkus; iringan mungkus yaitu karawitan mendukung suasana atau karakter tari dengan cara ritme karawitan mengikuti secara tepat ritme gerak tari yang diringi. Pada lazimnya bentuk iringan mungkus diperlukan untuk tarian yang bersifat dinamis (pernes, sigrak, gecul, gagah).  Ritme yang mengikuti gerak bisa dari satu instrumen (kendang) dan atau beberapa instrumen (saron/balungan). Sehingga nama atau istilah sekaran kendangan menggunakan nama sekaran tari yang diiringi seperti; batangan, pilesan, laku telu, kengser, magak, kawilan, ngaplak (dalam tari Gambyong), demikian juga untuk tari yang lain.  Kasus ladrang Mandraguna untuk iringan tari Pemburu Kijan, lagu Kosir-Kosir dalam tari Padang Wulan merupakan contoh ritme gending (balungan) mengikuti ritme gerak tari.
b). Ilustrasi;   yang dimaksud iringan ilustratif yaitu gending tidak perlu mengikuti ritme gerak tari secara ketat.  Tari yang menggunakan iringan ilustratif umumnya tari yang mempunyai suasana atau karakter tenang, agung dan sejenisnya. Iringan ilustratif ada dua macam yaitu “sejajar” dan “kontras”.  Ilustrasi sejajar yaitu tempo serta dinamik (loudness) gending sama (sejajar) dengan tempo tariannya. Sebagai contoh gending-gending bedayan untuk mengiringi tari Bedaya dan sejenisnya.  Ilustrasi kontras yaitu  suasana gending  berlawanan dengan suasana tari. Sebagai contoh tari perang antara dua tokoh yang mempunyai karakter agung dengan gerakan yang kuat, keras, kadang cepat, tetapi giiring gending yang yang lembat dan agung. Atau sebaliknya gending yang keras dan cepat untuk mengiringi gerak tari yang lambat (slow motion).  Dengan ilustrasi gending yang kontras justru memberi kesan lebih kuat dan menonjol ke pada suasana atau karakter tari yang diiringi. Namun hal ini jarang dilakukan oleh penata iringan tari. Pengertian kontras bisa mempunyai makna negatif bila kurang sesuai dan tidak mendukung suasana tari karena telalu kuat atau sebaliknya terlalu lemah. Yang mana untuk mendukung suasa yang baik sejajar atau kontras yang menentukan adalah penata tari sendiri. Beberapa kasus penciptaan tari bertolak dari  rasa gending tertentu.
4.      Identitas Bentuk
Karawitan iringan tari memberi atau menunjukkan identitas bentuk tari yang diiringi. Bentuk memiliki sedikitnya tiga unsur struktur, pola, dan durasi. Bila seorang diminta untuk menari Gambyong biasanya bertanya Gambyong yang  mana? Gambyong Pangkur apa Gambyong Pareanom? Gambyong Pangkur dan Gambyong Pareanom merupakan dua repertoar yang berbeda dan masing-masing memiliki bentuk yang berbeda pula. Yang satu menggunakan struktur, pola dan durasi bentuk ladrang Pangkur sedangkan yang kedua menggunakan struktur, pola dan durasi gending Gambirsawit Pareanom (bagian inggah).
Sebuah  tarian biasanya mempunyai struktur ; maju beksan – beksa – mundur beksan. Karawitan iringannya juga akan mengikuti struktur tersebut. Berbeda dengan drama tari yang berdasarkan cerita tertentu. Dalam drama tari memiliki alur suasana yang libih beragam, dan bentuk  serta strukturnya sesusai dengan alur ceritanya.

Desain Musik Tari
            Dalam membuat desain karawitan/musik tari, uraian tersebut di atas sangat perlu sebagai referensi. Bila yang membuat desain musik tari itu penata tarinya sendiri akan lebih baik karena tahu betul apa ide serta suasana yang akan diekspresikan. Bila yang membuat desain musik tari itu orang lain (penata musik iringan), harus betul-betul memahami ide suasana atau alur suasana tari yang akan diiringi secara detail. Jangan berharap membuat iringan tari atau musik tari sekali jadi.
Beberapa cara dalam membuat karawitan iringan atau musik tari sesuai dengan kebutuhan. Sebuah tarian dipentaskan dengan iringan rekaman sangat berbeda dengan iringan hidup. Untuk iringan rekaman selain bentuk hasil penataan rekaman yang sudah ada, bisa membuat baru dengan cara meng-edit rekaman lagu-lagu yang sudah ada sesuai dengan alur suasana yang diperlukan. Bila pementasan dengan iringan hidup, banyak hasil penataan yang sudah ada terutama untuk “tarian lepas” tinggal latihan kekompakan antara penari dan pengrawitnya. Namun untuk drama tari memerlukan iringan lebih kompleks, memerlukan penggarapan yang serius.
Untuk itu supaya penggarapan penataan karawitan/musik tari apakah tarian lepas atau drama tari bisa berjalan dengan baik perlu memperhatikan beberapa hal serta langkah sebagai berikut:



Tahap Persiapan:
  1. Ide penciptaan, alur suasana serta budaya tertentu harus dideskripsi dengan baik dan dilengkapi diagram. Deskripsi ini digunakan sebagai pegangan dan dasar penataan karawitan iringannya.
  2. Membuat draf atau konsep dasar berupa susunan notasi gending, lagu vokal, cakepan/syair sesuai dengan deskripsi yang ada.  Draf ini setiap saat bisa berubah dalam proses studio.
  3. Menentukan perangkat dan atau instrumen karawitan, tempat latihan, pengrawit dan vokalis sesuai dengan kebutuhan.
  4. Pengrawitan dan vokalis harus sudah menerima notasi untuk dihafalkan sebelum proses latihan dimulai.

Tahap Kerja Studio:
  1. Kerja studio sebagai proses latihan atau penggarapan perlu dilakukan tahap demi tahap. Misalnya bagian pertama atau adegan pertama tanpa tari, adegan pertama selesai dibarengi dengan tarinya.
  2. Proses bagian ke dua tanpa tari, selesai dibarengi selanjutnya dengan tari.
  3. Bagian pertama dilanjutkan bagian kedua dibarengi dengan tari. Demikian seterusnya hingga bagian terakhir selesai. Peralihan bagian satu dengan bagian yang lain berarti terjadi perubahan suasana perlu penggarapan tersendiri apakah ada musik penghubung (bridge) atau kiu-kiu tertentu.
  4. Setelah seluruh bagian selesai dicoba dengan tari dan sudah sesuai, perlu diulang beberapa kali hingga gladi bersih untuk mengakrabkan penari dengan iringan serta kiu-kiunya.
  5. Setiap latihan sendiri tanpa tari sebaiknya ditunggu oleh penata tari agar sesuai dengan suasana yang diharapkan.

Tahap Pagelaran:
            Dalam pagelaran atau pementasan sudah tidak lagi berpikir masalah komposisi karawitan. Pemikiran lebih ditujukan ke tata ruang berkenaan dengan efek suara (akustik) yaitu seting alat musik/gamelan, jarak antara gamelan dan penari. Hal yang kadang-kadang luput dari perhatian yaitu tabuh gamelan atau peralatan lain yang dianggap sepele tetapi penting. Kalau gamelan sewa peralatan seperti tabuh sering kurang sempurna, maka perlu dipersiapkan sendiri. Penggunaan pengeras suara (sound system) harus diatur agar efektif, maka perlu adanya cek sound. Sound system.  Penggunaan sound system dalam pertunjukkan  yang tidak mendukung justru akan mengganggu tata suara dan mengurang keberhasilan pementasan tarinya.
           
Penguasaan Materi
            Seorang penata desain musik tari sebelum bekerja menginterpretasikan deskripsi tari yang ada harus menguasai musik/karawitan dengan baik sebagai materi penataan. Dapat dianalogikan membuat baju, deskripsi tari itu sebagai ukurannya dan karawitan/musik itu bahannya. Pada dasarnya desain musik tari untuk tari tradisi dan non tradisi sama, perbedaanya kalau tradisi bahan atau materi sudah tersedia secara konvensional, kalau non tradisi perlu eksplorasi mencari kemungkinan baru.
            Materi  berupa gending-gending dan berbagai jenis vokal sudah menjadi vocabuler dalam karawitan tradisi, tinggal memilah dan memilih sesuai dengan suasana yang diperlukan. Baik gending maupun jenis vokal mempunyai pola bentuk dan suasana (rasa) sendiri-sendiri. Bentuk gending ada Lancaran, Ketawang, Ladrang, Merong, Inggah, Ayak-ayakan, Srepegan, Sampak dan sebagainya. Masing-masing bentuk memiliki beberapa repertoar dengan nama dan suasana yang berbeda. Jenis vokal ada sekar/tembang dolanan, Sekar Macapat, Sekar Tengahan, Sekar Ageng, Sulukan, Sindenan,  yang masing-masing mempunyai repertoar serta sauasana/rasa sendiri-sendiri. Suasana atau rasa gending maupun vokal meliputi: gagah, agung, gecul, sigrak, pernes, susah, trenyuh, kroda/marah, nantang, greget, manembah, tintrim, asmara. 
Satu istilah misalnya “gagah” mempunyai makna tafsir yang tak terbatas. Antara gagahnya tokoh Bima, patih Gajahmada, Pangeran Diponegoro, Klono Sewandono sangat mungkin berbeda-beda meskipun sama-sama dalam nuansa gagah. Ada gagah semu gecul, gagah medeni, gagah wibawa,  masing-masing berbeda. Bagi seorang penata sesain karawitan tari dituntut memiliki kepekaan itu. Bagi orang yang kurang peka tidak bisa  membedakan rasa pernes dan rasa sigrak. Berbeda dengan orang yang peka dan kreatif bisa membuat sepuluh lagu/gending rasa gagah yang masing-masing berbeda. Seorang penata iringan lebih baik  memiliki ketrampilan (skill) yang memadai meliputi tehnik garap berbagai ricikan dan garap gending. 
Desain musik/karawitan untuk tari non tradisi dituntut lebih kreatif, karena bekerja tidak berdasarkan konvensi tradisi yang ada. Pengertian musik/karawitan, bentuk, tidak lagi mengacu pada pola tradisi, tetapi karawitan sebagai “budaya bunyi”. Sumber bunyi tidak terbatas pada alat konvensional. Benda apapun sangat mungkin sebagai sumber bunyi. Kalau toh menggunakan instrumen tradisi diperlakukan tidak seperti lazimnya. Hal tersebut untuk mencari nilai musikal baru. Diperlukan proses eksplorasi lebih serius untuk mengakrabi sumber bunyi serta menemukan berbagai kemungkinan bunyi yang bisa diproduksi.
             Untuk menata (to commpos) berbagai bunyi menjadi sebuah komposisi yang mempu- nyai karakter atau rasa tertentu, perlu memahami seluk-beluk bunyi seperti; anatomi bunyi, karakter bunyi, kualitas dan kuantitas bunyi, sugesti bunyi dan sebagainya. Bunyi mempunyai unsur panjang-pendek (pitch), panjang-pendek (duration), keras-lirih (loudness), dan warna (color) tertentu. Kuantitas bunyi, seperti bunyi tunggal (solo), bunyi bersama hingga menimbulkan kesaan tipis dan tebal tebal. Kualitas bunyi merupakan kesan dari kesatuan semua unsur bunyi. Dari unsur-unsur bunyi itulah seorang penata menyusun sebuah bentuk musik/karawitan menjadi bentuk melodi, ritme, dinamik dan akhirnya menjadi tataan (unity) yang disebut komposisi.
            Bagai mana suatu bunyi atau komposisi memiliki suasana atau rasa tertentu? Hal tersebut berkaitan dengan sugesti bunyi. Kualitas bunyi atau komposisi tertentu akan berpengaruh secara psikologis efek atau image/citra tertentu pula terhadap pendengarnya. Bunyi tinggi-nyaring memberi kesan cerah, riang, optimis, agresip dan sebagainya. Bunyi rendah cenderung memberi citra berat, mantab. Sugesti bunyi sangat terkait dengan budaya tertentu.  Bunyi Gong Gede yang menggelegar yang dipukul pada akhir lagu atau gending memberi kesan berat, mantab, lega, pada/selesai (Hardjana, 1983:45-55).
Meskipun penyusunan desain musik tari non tradisi bebas menentukan sumber bunyi, tetapi harus berpegang sebagai eksplorasi itu untuk menemukan citra bunyi tertentu. Sumber bunyi yang disediakan alam tidak menyediakan bunyi siap pakai, maka diperlukan sikap kreatif yaitu dengan cara melakukan deformasi-modifikasi sumber yang ada serta mengembangkan tehnik-tehnik meproduksi bunyi tertentu.
Penataan desain musik tari non tradisi  pada dasar menghubungkan alur citra bunyi dan atau komposisi musik dengan alur suasana tari yang diiringi. Sebagai contoh berikut sembilan aspek perasaan beserta hubungannya dengan ekspresi bunyi tewrtentu :
  1. Perasaan keceriaan diekspresikan dalam nada yang hidup
  2. Perasaan duka diekspresikan dengan nada sendu
  3. Perasaan ketakutan diekspresikan dengan suara patah-patah
  4. Perasaan belas kasihan diekspresikan dalam suara lembut
  5. Perasaan heran diekspresikan dengan  dalam nada seru
  6. Perasaan keberanian diekspresikan dalam nada empatik
  7. Perasaan ceroboh diekspresikan dalam nada ringan
  8. Perasaan cinta diekspresikan dengan nada yang dalam
  9. Perasaan acuh diekspresikan dalam nada diam (lihat Inayat Khan, 2002:173)
Sembilan ekspresi perasaan tersebut tidak semua orang setuju karena masing-masing individu memiliki interprasi sindiri. Demikian juga meskipun setuju belum tentu sama karena masing-masing individu mempunyai cita rasa yang berbeda-beda. Diperlukan keberanian serta sikap kreatif untuk menemukan jalannya sendiri.
             



Penutup
            Banyak panari dan panata tari bisa bermain gamelan/musik dan banyak juga pengrawit yang sering mengiri tari, tetapi kalau disuruh membuat desain musik tari belum tentu mau dan bisa. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang penata desain musik tari merupakan keahlian tersendiri dengan persyaratan tertentu. Dalam perkembangan tari sekarang menuntut penata desain musik tari yang profesional.
            Seorang panata desain musik tari yang profesional dituntut memahami berbagai permasalahan yang terkait hubungan musik dan tari dengan baik. Demikian juga apakah tarian itu berpijak dari tradisi budaya tertentu, apah non tradisi, apakah tari lepas, sebuah fragmen, ataukan drama tari yang bersumber dari cerita tertentu. Deskripsi tari yang lengkap dan jelas akan mempermudah kerja penata desain musik tari.
            Penguasaan materi beragam repertoar dengan berbagai suasana/rasa, trampil berbagai teknik garap ricikan merupakan modal bagi seorang penata desain musik tari. Untuk desain musik tari non trdisi dituntut sikap kreatif untuk menemukan nilai-nilai baru. Persyaratan yang paling utama adalah kemauan dan keberanian untuk mencoba dan berkarya. Keberadaan seorang penata desain musik tari yang profesional sangat dibutuhkan.


Kepustakaan

Becker, Judith
1993    Gamelan Stories: Tantrism, Islam, and Aesthetics in Central Java, Arizona State University Program for Souteast  Asian Studies.  ISBN # 1-881044-06-8

Bouvier, Helene
2002    Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura, Yayasan Obor Jakarta. ISBN 979-461-420-3
Hardjana, Suka
1983    Estetika Musik, Depdikbud. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Inayat Khan, Hazrat
2002        Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, Penerbit Pustaka Sufi Yogyakarta,
ISBN 979-95978-54-4
Murgianto, Sal, MA
1983    Koreografi, Depdikbud. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Palgunadi, Bram
            2002    Serat Kanda KARAWITAN JAWI, Penerbit ITB,  ISBN 979-9299-71-3

Suwarmin,
1993    Dasar-Dasar Penyusunan Karawitan Iringan, Kertas Kerja Temu Seniman se Jawa Timur
--------------
2009        Panjak Hore (dalam: 2  Kutub), Penerbit Dewan Kesenian Jawa Timur.
 ISBN 978-979-18793-3-0

------------   S E L A M A T     BERKARYA   -------------


Buduran, 14 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar